KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUBUNGAN PEKERJA DAN MANAJEMEN SERIKAT PEKERJA”
dengan baik dan tepat waktu.
Sehingga boleh sampai di tangan pembaca.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen SDM.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan, maupun isi materi makalah tentang “HUBUNGAN PEKERJA DAN MANAJEMEN SERIKAT PEKERJA” masih banyak kekurangan. Sehingga
kami mengharapkan bagi setiap pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ke depannya.
Demikianlah tugas ini kami susun, Semoga Bermanfaat.
Jakarta, 01 November 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................1
Daftar Isi ..............................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………........................................................................................3
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................3
C. Tujuan Pembuatan Makalah ..……………...………………………..………..
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dukungan Manajemen........………………........................................................4
B. Motivasi
Individu dan Kepuasan Pekerja………...............................................4
C. Komunikasi
Pekerja.........................................………………………..............6
D. Sistem Komunikasi Downward
& Upward........................................................6
E. Konseling
Pekerja...............................................................................................8
F. Disiplin Kerja
Karyawan...................................................................................11
G. Sistem Manajemen Tenaga
Kerja.....................................................................13
H. Manajemen SDM dan Serikat
Pekerja..............................................................16
I. Manajemen
Prilaku.............................................................................................19
J. Membangun Sikap
Kerja....................................................................................21
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
…...................................................................................................22
B.Saran..................................................................................................................22
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata
baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan
kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai
tujuan pembangunan itu.
Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu
dan terukur sesuai dengan misinya.
Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas
dinyatakan dalam UU No. 13/2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai
berikut :
“ Serikat Pekerja adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan
maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.”
Dalam pelaksanaan visi dan misi itu, perlu ditetapkan sarana-sarananya
secara jelas dan dapat dilaksanakan secara baik, konsisten, terencana dan
terukur.
B.
RUMUSAN MASALAH
Membahas hubungan pekerja dan manajemen serikat pekerja.
C.
TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Agar para pembaca dapat mengerti dan memahami tentang
masalah hubungan pekerja dan manajemen serikat pekerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DUKUNGAN
MANAJEMEN
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana
para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan
yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat
membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan.
B. MOTIVASI INDIVIDU DAN KEPUASAN PEKERJA
1.
MOTIVASI KERJA INDIVIDU
Menurut
Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini
dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif
(tujuan). Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat menimbulkan semangat
atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya
biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang
tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut
Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan,
dan peluang.
Bila
kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada dan
baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif
atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif seseorang akan berusaha
meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh
pekerjaanya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan
peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif cenderung
menunggu upaya ata tawaran dari lingkunganya
Menurut
Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu
faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor
pendorong perilaku seseorang. Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk
bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam
yaitu :
1. Motivasi
Finansial : dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan.
2. Motivasi
nonfinansial : dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan
manusia dan lain – lain.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental
yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan
memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan.
2.
KEPUASAN
KERJA
Dikemukan
oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum terhadap suatu
pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat
lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain
itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut
berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang.
Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja
yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang
memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan
yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi yang
asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi
kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan
sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang
saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan
melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin (2001)
mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai
dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6. Ada
dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh keturunan.
Dalam
mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan kerja,
karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena
itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung,
selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim
organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja
anggota organisasi.
C.
KOMUNIKASI PEKERJA
Komunikasi Pekerja yaitu komunikasi
yang dikirimkan kepada anggota organisasi dalam suatu organisasi. Dalam
hal ini komunikasi adalah komunikasi antar pegawai, yang terdiri dari
komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komuniasi horizontal. Keadaan
komunikasi kebanyakan di setiap instansi indikator kurang optimalnya disebabkan karena pegawai merasa segan untuk memberikan
kritik dan pendapatnya kepada atasan dan juga merasa segan untuk bertanya
apabila mengalami kesulitan, karena pegawai merasa takut berkomunikasi kepada
atasan menyebabkan komunikasi ke atas kurang maksimal.
D.
SISTEM KOMUNIKASI DOWNWARD & UPWARD
Dalam memahami organisasi
dan pola komunikasi di dalamnya, satu konsep kritis adalah arahnya.
1.
Vertical Communication (komunikasi tegak) merupakan pengiriman dan penerimaan pesan di antara level sebuah
hirarki, ke bawah dan keatas.
2. Horizontal Communication (komunikasi mendatar) merupakan pengiriman dan penerimaan pesan di
antara individu dalam level yang sama dalam sebuah hirarki.
a. Downward Communication (komunikasi
kebawah) , terutama mengkomunikasikan pesan dari yang memiliki kekuasaan
kepada yang lebih sedikit kekuasaannya merupakan model umum komunikasi dalam
sebuah organisasi. Komunikasi ini melibatkan instruksi, anggaran yang disetujui
atau tidak, pernyataan kebijakan, variasi dalam standar prosedur operasi dan
mencatat perubahan-perubahan lainnya, pengumuman umum, pertemuan,ekspresi
tujuan, sasaran, dan pernyataan misi. Pesan-pesan ini mungkin dapat dikirimkan
lewat memo, email, catatan,dan saluran individu
ke grup atau dari individu ke individu; atau mereka mungkin saja dapat
disampaikan tidak langsung melalui orang lain dalam hirarki. Selama proses
pengiriman, pesan asli dapat di edit, ditambah, dikurangi, dijelaskan, atau
bahkan diubah.
Komunikasi
kebawah membawa informasi yang berhubungan dengan tugas pada seseorang
yang melakukan tugas tersebut. Ia juga membawa informasi tentang kebijakan dan
prosedur, serta bisa jadi digunakan untuk feedback yang bersifat motivasional
pada karyawan. Komunikasi kebawah terjadi jika
manajer atau penyelia mengirimkan pesan kepada satu orang bawahan atau lebih.
Komunikasi
kebawah seringkali berbentuk pemberian instruksi atau penjelasan bagaimana
seorang atasan menginginkan suatu tugas diselesaikan para atasan mengirimkan
informasi mengenai peraturan, kebijakan, dan standar minimum. Para atasan juga
memberikan informasi untuk menilai prestasi bawahan atau memotivasi seorang
bawahan. Komunikasi ke bawah menetapkan suatu organisasi bisnis. Apabila
sebagian besar dalam organisasi dalam bisnis berasal daripuncak (vertikal ke
bawah) dan biasanya berupa instruksi, gaya organisasi cenderung otokrasi.
Apabila sebagian besar komunikasi ke bawah bersifat mendukung dan memiliki
unsur perhatian yang besar terhadap bawahan, rangkasian sifat akan lebih
bersifat mendukung. Komunikasi seperti itu akan mendorong pembentukan
kolaborasi antara pimpinan dan pegawai. Lebih jauh lagi, komuniaksi akan
mendorong rangkaian penuh komunikasi ke atas.
b. Upward Communication (komunikasi
keatas) merupakan suatu kondisi yang mungkin lebih penting dari downward
communication. Saluran upward communication membawa data dari pelanggan mengenai produksi barang dan
pelayanan, dan segala kebutuhan yang diperlukan untuk operasi organisasi dari
hari ke hari. Keterangan ini dapat digunakan bila orang-orang yang berada di
level atas di suatu organisasi adalah orang-orang yang memiliki keterampilan
mendengar, mengumpulkan feedback dan dapat dipercaya. Bila tidak ada komitmen
untuk melakukan pendekatan-pendekatan seperti ini maka akan terjadi ”culture
of silence” atau budaya diam dan atau ”culture of silos” yang mungkin berlaku, yang akan membawa konsekuensi dampak yang
serius untuk organisasi- dengan tanpa peringatan awal untuk menanggulangi
bencana, ini mungkin akan membawa krisis yang besar. Dalam beberapa situasi,
tidak ada berita merupakan berita yang sangat buruk, dan berita buruk adalah
tiada berita; staff pada level bawah akan segan untuk memberikan berita buruk,
yang mungkin vital bagi kehidupan organisasi, bila tidak didengar, lebih
parahnya dapat memancing kritik- sebuah budaya ”shoot the
messenger” .
Upward
communication dapat pula menjadi sumber subur ide-ide baru dan penyelesaian
masalah yang kreatif, terutama karena orang-orang di bagian bawah hirarki dekat
dengan masalah-masalah spesifik dan dapat lebih waspada kepada solusi praktis
daripada orang-orang yang berada di puncak hirarki. Komunikasi
keatas membawa informasi dari tingkat bawah ke tingkat atas organisasi.
Informasi itu mungkin concern pada aktivitas lingkungan luar atau internal pada
tingkat bawah organisasi.
Para
pimpinan organisasi menerima feedback tentang efektifitas keputusan yang telah
diambilnya. Anggota tingkat bawah mempunyai kesempatan untuk menginformasikan
dan mengajukan keluhan, dan memberikan saran untuk pengembangan. Komunikasi keatas terjadi jika pesan mengalir dari bawahan ke
manajer atau atasan. Para pegawai harus melaporkan kemajuan mereka dalam
penyelesaian tugas-tugas; jika ada, tugas-tugas apa yang menyebabkan masalah
bagi mereka; saran-saran bagi peningkatan produk atau peningkatan prosedur; dan
yang terpenting adalah perasaan mereka mengenai bagaiaman asegala sesuatu
berjalan. Komunikasi keatas merupaakan hal yang penting- para manajer
memerlukan umpan balik yang akurat mengenai pesan-pesan mereka apakah telah
dipahami atau bagaimana keputusan-keputusan tersebut diterima setelah masalah-masalah
apa yang dikembangkan.
E. KONSELING PEKERJA
1. Pengertian
Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
(disebut Konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut
konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah
ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di
tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang
berpusat pada klien (client centered).
Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan
klien(konseli) yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana
halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian.
Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistik dan client centered. Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selain permasalahan
yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam hal ini,
konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainan
secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya
yang memungkinkan terjadinya dialog dan
bukannya pemberian terapi atau treatment.
Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien
sendiri.
Konseling bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti di masyarakat, di dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun di lingkungan pendidikan. Khusus pada dunia pendidikan tingkat dasar dan lanjutan
di Indonesia, layanan ini biasa disebut bimbingan konseling (konseling sekolah)
dan dilakukan oleh guru pembimbing (konselor sekolah).
2. Mengenal
Konseling
Konselor profesional sering kali
memulai bimbingan dengan melakukan wawancara untuk mengumpulkan informasi
pribadi dan pekerjaan, termasuk pengalaman kerja, keberhasilan, frustrasi,
minat, target, dan mimpi-mimpi konseli. Ini sering kali diikuti dengan tes
psikologi untuk menolong konseli meningkatkan pemahaman diri dan untuk membuat
perkiraan tentang masa depan. Peralatan pendekatan psikologi adalah seperti
berikut.
·
Tes
kemampuan mental (untuk mengukur inteligensi umum dan kompetensi di bidang
tertentu seperti kemampuan pemahaman abstrak, kemampuan matematika, dan
kemampuan verbal).
·
Tes
pencapaian (yang mengukur keterampilan dan jumlah materi yang telah dipelajari
oleh konseli).
·
Tes
bakat (yang mengukur potensi seseorang untuk belajar di bidang tertentu,
misalnya musik, seni, keterampilan manual, atau keahlian).
·
Tes
minat (tidak hanya untuk mengukur minat yang ditunjukkan, tetapi apakah minat
umum konseli tersebut sama atau tidak dengan orang-orang yang telah berhasil di
kelompok pekerjaan tertentu).
·
Inventaris
pribadi (yang bisa diketahui dengan berbagai ciri pribadi).
·
Tes
khusus (seperti tes-tes yang dirancang untuk mengukur berbagai macam hal
misalnya kreativitas, fleksibilitas, stabilitas mental, atau potensi seseorang
untuk belajar bahasa asing).
Tidak semua konselor dapat menggunakan
dan memberikan interpretasi dari tes tersebut. Untuk itu, ada baiknya
menyarankan konseli untuk mengikuti tes di klinik psikologi, pusat konseling
universitas, agen pekerja swasta, atau pusat bimbingan karier Kristen. Sebagian
besar sumber-sumber ini memiliki perangkat tes yang menggunakan komputer, yang
memungkinkan tes dilakukan, dinilai, dan diinterpretasikan dalam bentuk cetak.
Sebelum Anda menyarankan konseli untuk mengikuti tes, pastikan dulu berapa
biayanya dan diskusikan dengan konseli apakah tes tersebut perlu dilakukan.
Terkadang, tes seperti ini tidak banyak memberikan informasi baru dan jarang
memasukkan materi tentang dunia kerja.
Konselor juga bisa mendapatkan data
yang berguna dari konseli itu sendiri. Bisa juga dengan mengamati konseli atau
berkonsultasi dengan orang-orang yang mengenal konseli. Melalui wawancara bisa
didapatkan pengetahuan yang akurat tentang konseli dalam hal kemampuan mental,
keterampilan, kemampuan khusus, tingkat pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan pada masa yang akan datang, bakat pribadi, kesehatan mental dan
fisik, penampilan pribadi, minat (termasuk yang dinyatakan dan beberapa yang
ditunjukkan melalui kegiatan yang dipilih seseorang di waktu luangnya), tingkat
komitmen rohani atau kedewasaan, dan (untuk konseli yang lebih dewasa) ketergantungan
serta keefisienan sebagai seorang pekerja. Pengamatan ini tidak selalu akurat
tetapi bisa didiskusikan dengan konseli dan dapat berubah selama proses
konseling berlangsung.
3. Pentingnya Konselor untuk Karyawan
Di sejumlah perusahaan, terutama perusahaan
besar, saat ini sudah tersedia konselor yang berfungsi mendengarkan keluh kesah menjadi karyawan dan memberikan saran atau nasihat.
Yang berfungsi sebagai konselor ini biasanya adalah manajer fungsional
langsung, meskipun tidak menutup kemungkinan yang ditunjuk sebagai konselor
adalah manajer cross-functional. Seorang konselor biasanya
mengayomi hingga 5 orang karyawan. Sebenarnya, apa pentingnya seorang konselor
bagi perkembangan karir seorang karyawan?
Berdasarkan pengalaman saya, adanya
konselor ini sangat membantu karyawan menghadapi persoalan non-teknis di
perusahaan. Bisa saja itu berarti atasan yang tidak menyenangkan, kolega yang
ternyata tidak suportif, atau bahkan kebijakan-kebijakan perusahaan yang dirasa
malah merugikan. Dengan jawaban yang memuaskan, karyawan akan menjadi lega dan
dapat melanjutkan pekerjaannya dengan nyaman, ujung-ujungnya peningkatan
produktivitas. Begitu pula sebaliknya, tanpa ada penyelesaian terhadapa masalah
non-teknis, hal itu bakal terus-menerus menjadi beban pikiran dan akhirnya
malah menurunkan produktivitas. Hal yang terakhir malah merugikan perusahaan.
Pada prakteknya kegiatan konseling dan
diadakan baik kapan saja (open door policy) maupun saat penilaian
kinerja (appraisal). Kedua hal ini tentu ada untung maupun ruginya.
Prinsip yang pertama tentunya bakal lebih bermanfaat karena permasalahan dapat
segera terselesaikan. Karyawan juga tidak merasa sungkan untuk melakukan curhat
dengan konselornya. Sayangnya, karena kebanyakan konselor juga merupakan
manajer fungsional, ada risiko bahwa waktunya tersita untuk kegiatan konseling
seperti ini dan malah membuat pekerjaan sehari-hari menjadi terbengkalai.
Prinsip yang kedua biasanya lebih umum
diterapkan di sini. Di waktu-waktu tertentu saat penilaian kinerja,karyawan akan diberi kesempatan untuk
mengutarakan uneg-unegnya. Ini juga merupakan masukan bagi perusahaan, apa saja
yang sudah berjalan baik dan apa pula yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan.
Kelemahannya tentu saja jika ada permasalahan harus menunggu sampai masa
penilaian tiba. Di sisi lain, saat penilaian merupakan saat khusus sehingga
konselor dapat fokus dengan kegiatannya ini dan dapat optimal memberikan saran
ataupun nasihat.
Nah, bagaimana dengan perusahaan yang
belum memiliki konsep konselor seperti ini? Apa urgensinya untuk menerapkan hal
yang serupa? Buat saya, sebagai makhluk sosial, sudah kodratnya seorang manusia
untuk bersosialisasi dan berbagi tentang permasalahan. Daripada bergosip dan
bergunjing yang malah mengarah ke hal yang desktruktif, tentunya lebih baik
jika hal seperti ini diwadahi oleh sarana yang tepat, plus memastikan bahwa
hal-hal yang diungkapkan di sesi konseling seperti dapat berujung pada
peningkatan produktivitas individu secara khusus dan perusahaan pada umumnya.
Tentu saja itu harus dibarengi dengan sikap konselor yang obyektif.
Pemilihan konselor sendiri tentunya
melalui mekanisme yang tepat. Seorang konselor harus bisa secara jernih melihat
duduk persoalan, bukan malah memperkeruh. Plus konselor juga dituntut untuk
dapat memberikan saran dan nasihat yang obyektif. Bisa jadi diperlukan suatu
pelatihan khusus, terutama yang berkaitan dengan ilmu psikologi, supaya manajer teknis sekalipun
mampu mengemban tugas dan wewenang ini.
F.
DISIPLIN KERJA KARYAWAN
Menurut Hasibuan (2008:194) pada dasarnya ada
8 (delapan) indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai/karyawan
diantaranya :
1.
Tujuan dan kemampuan
Tujuan (goals) dan kemampuan (ability)
pegawai ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang dicapai
harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan
pegawai dalam bekerja. Dengan kata lain bahwa tujuan pemberian pekerjaan
yang dibebankan kepada pegawai harus sepadan atau sesuai dengan kemampuan
pegawai bersangkutan, agar dia bersungguh-sungguh dalam bekerja dan disiplin
dalam mengerjakannya.
2.
Teladan pimpinan
Teladan pimpinan berperan penting untuk
membentuk kedisiplinan pegawai mengingat pimpinan sebagai teladan dan panutan
oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan para
pegawai akan terbawa baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (semisal
kurang disiplin), maka para pegawai juga pasti akan kurang disiplin.
3.
Balas Jasa
Balas jasa ikut mempengaruhi kedisiplinan
pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai
terhadap pekerjaannya. Jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan,
kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
4.
Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya
kedisiplinan pegawai karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya
penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang
dijadikan dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman
akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik.
5.
Waskat
Waskat (pengawas melekat) adalah tindakan
nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai. Dengan waksat
berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap,
gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat efektif merangsang
kedisiplinan dan moral kerja pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian,
bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasan.
6.
Sanksi hukum
Sanksi hukuman berperan strategis dalam
memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang sepadan, pegawai
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan, sehingga sikap dan perilaku
indisipliner pegawai akan berkurang. Berat atau ringannya sanksi hukuman yang
akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan pegawai.
7.
Ketegasan
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum
setiap pegawai yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada
suatu instansi.
8.
Hubungan kemanusiaan
Pimpinan harus berusaha menciptakan suasana
hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat semua pegawainya.
Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan
lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini jelas akan memotivasi
kedisiplinan yang baik pada suatu instansi.
G. SISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA
1. Pengertian Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan terdiri atas dua kata, analisis dan pekerjaan.
Analisis merupakan aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi
bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya.
Sedangkan pekerjaan adalah sekumpulan/sekelompok tugas dan tanggung jawab yang
akan, sedang dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu.
Dengan demikian analisis pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas
untuk mengkaji, mempelajari, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis ruang
lingkup suatu pekerjaan secara sistematis dan sistemik (Sastrohadiwiryo,
2002:127)
Analisis pekerjaan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya
manusia. Menurut Flippo (1994), “Analisis pekerjaan adalah proses mempelajari
dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan tanggung jawab
suatu pekerjaaan tertentu.” Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan
utama dalam analisis pekerjaan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi
dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan mempelajarinya lebih mendalam.
Menurut
Dessler (2006) analisis pekerjaan merupakan prosedur yang dilalui untuk
menentukan tanggung jawab posisi-posisi yang harus dibuatkan stafnya , dan
karakteristik orang-orang yang bekerja untuk posisi-posisi tersebut. Analisis
pekerjaan memberikan informasi yang digunakan untuk membuat deskripsi pekerjaan
(daftar tentang pekerjaan tersebut), dan spesifikasi pekerjaan (jenis orang
yang harus dipekerjakan untuk pekerjaan tersebut). Oleh sebab itu, menurut
Dessler penyelia atau spesialis dalam sumber daya manusia biasanya mengumpulkan
beberapa informasi berikut melalui analisis pekerjaan,
1)
aktivitas pekerjaan,
2)
perilaku manusia,
3)
mesin, perangkat, peralatan, dan bantuan pekerjaan,
4)
standar prestasi,
5)
konteks pekerjaan, dan
6)
persyaratan manusia.
2. Tujuan
Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan penting dilakukan sebelum diadakan perekrutan tenaga
kerja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan mengadakan analisis
pekerjaan, yang juga merupakan tujuan dari dilakukannya analisis jabatan.
Adapun tujuan analisis pekerjaan yaitu,
1)
memperoleh tenaga kerja pada posisi yang tepat,
2)
memberikan kepuasan pada diri tenaga kerja,
3)
menciptakan iklim dan kondisi kerja yang kondusif (Sastrohadiwiryo).
Sedangkan menurut Flippo (1994), hasil-hasil dari analisis pekerjaan,
seperti uraian dan spesifikasi pekerjaan akan dapat digunakan untuk
kegiatan-kegiatan sebagai berikut,
1)
pengabsahan atas prosedur-prosedur pengangkatan,
2)
pelatihan,
3)
evaluasi pekerjaan,
4)
penilaian prestasi,
5)
pengembangan karir,
6)
organisasi,
7)
perkenalan,
8)
penyuluhan,
9)
hubungan perburuhanm dan
10)
penataan kembali pekerjaan.
Sebuah penelitian yang dikemukakan oleh Flippo terhadap 899 perusahaan
menunjukkan bahwa hasil proses analisis pekerjaan dipergunakan untuk, membuat
rincian kerja (75%), pelatihan (60%), penyusunan tingkat upah dan gaji (90%),
menilai personalia (60%), pemindahan dan promosi (70%), pengorganisasian (50%),
orientasi karyawan baru (36%), penyuluhan (25%), dan seterusnya.
3. Metode
Analisis Pekerjaan
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana metode yang digunakan dalam
menganalisis pekerjaan? Menurut Sastrohadiwiryo (2002), metode yang biasa
digunakan dalam analisis pekerjaan adalah metode kuesioner, metode wawancara,
metode pencatatan rutin, dan metode observasi. Metode kuesioner digunakan
sebagai alat pengumpul data secara tertulis dibagikan kepada tenaga kerja
operasional atau para kepala departemen, untuk mengisi keterangan dan fakta
yang diharapkan. Pada umumnya kuesinoer memuat :
1)
pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan,
2) tanggung
jawab yang diberikan,
3)
kecakapan, keahlian, atau pelatihan yang diperlukan,
4)
kondisi yang diharapkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan
5)
figur atau jenis yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Metode wawancara dilakukan denga tenaga kerja operasional atau dengan
kepala departemen mereka, dan dapat juga dengan kedua-duanya. Di samping itu,
para penyelia sering ditugaskan untuk memperoleh data analisis pekerjaan.
Keuntungan dari metode ini adalah penyajian keterangan dan fakta dari pihak
pertama. Namun metode ini sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Metode selanjutnya yang dapat digunakan dalam analisis data yaitu metode
pencatatan rutin. Dalam metode ini, tenaga kerja diperintahkan mencatat hal
yang dikerjakan tiap hari secara rutin, alokasi yang dibutuhkan, saat dimulai
dan saat akhir tiap-tiap tugas itu dilakukan. Alokasi waktu yang lama, dan
pengerjaan yang cermat dan rutin merupakan kelemahan dari metode ini.
Metode observasi pada umumnya dilakukan oleh job analyst yang sebelumnya
memperoleh pelatihan dan upgrading secara khusus. Metode observasi biasanya
tidak dilakukan bersamaan dengan metode wawancara job analyst mengadakan
observasi terhadap masing-masing pekerjaan dan mengadakan wawancara dengan
tenaga operasional serta kepala departemen mereka.
H. MANAJEMEN SDM DAN SERIKAT PEKERJA
Manajemen sumber daya manusia
adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada
ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk
dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian
atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia
atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource
department. Menurut A.F. Stoner manajemen
sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan
untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan
dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan
pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain
sistem perencanaan, penyusunan karyawan,
pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang
baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara
langsung sumber daya manusianya.
Serikat Pekerja adalah upaya para pekerja dan badan – badan
di luar perusahaan (serikat buruh atau asosiasi) untuk bertindak sebagai satu
kesatuan ketika berhubungan denan manajemen mengenai masalah – masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka. Bila diakui oleh National Labor Relations
Board, sebuah serikat buruh mempunyai otoritas yang sah untuk bernegosiasi
dengan pihak perusahaan atas nama para pekerja-dan untuk mengelola perjanjian
yang terjadi.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan
beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi,
tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur
disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian
perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran
serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut
gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan
tanpa masukan atau persetujuan dari kalangan pekerja. Pekerja-pekerja yang
tidak menjadi anggota serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen,
menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan
bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi
kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap pekerja
secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat pekerja yang
mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya
ke dalam wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar
kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru.
Perusahaan umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan
keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak
prerogatif manajemen.
Daya
Tarik Serikat Pekerja Serikat
buruh pada awalnya dibentuk sebagai jawaban terhadap eksploitasi dan
penyalahgunaan pekerja oleh manajemen. Untuk memahami nengapa para pekerja
emutuskan untuk masuk atau tidak masuk serikat buruh.
Keputusan
untuk Bergabung dengan Serikat Buruh
Tiga
kondisi yang berdiri sendiri mempengaruhi dengan kuat keputusan pekerja untuk masuk serikat buruh, yaitu:
·
Ketidakpuasan. Ketika
seseorang menerima pekerjaan, kondisi – kondisi tertentu pekerjaan (upah, jam
kerja, dan jenis pekerjaan) disebutkan dalam kontrak pekerjaan. Suatu kontrak
psikologis juga terdapat antara perusahaan dan pekerja, berisikan
harapan – harapan tidak tertulis pekerja mengenai kondisi – kondisi kerja yang
memadai, kebutuhan – kebutuhan pekerjaan itu sendiri, besarnya upaya yang harus
dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut, dan wujud otoritas yang dimiliki
perusahaan dalam mengarahkan pekerjaan para pekerja. Harapan – harapan ini
berkaitan dengan keinginan pekerja untuk memuaskan preferensi – preferensi
pribadinya di tempat kerja. Seberapa jauh perusahaan mampu memuaskan preferensi
– preferensi ini menentukan tingkat kepuasan pekerja.
Ketidakpuasan terhadap persyaratan –
persyaratan dan kondisi – kondisi implisit pekerjaan akan membuat pekerja
berupaya mengubah situasi pekerjaan, seringkali melalui Serikat Pekerja. Suatu
studi penting menemukan hubungan yang sangat kuat antara tingkat kepuasan dan
proporsi para pekerja yang memilih masuk serikat buruh. Hampir seluruh pekerja
yang merasa puas dengan manajemen menolak masuk serikat buruh. Oleh karena itu,
jika manajemen ingin agar Serikat Pekerja menjadi kurang menarik bagi para
pekerjanya, perusahaan harus menciptakan kondisi kerja yang lebih memuaskan.
·
Kurangnya kekuasaan.
Serikat Pekerja jarang sekali menjadi jalan keluar pertama yang diambil oleh
para pekerja yang tidak puas dengan beberapa aspek dari pekerjaan mereka. Upaya
untuk meningkatkan situasi kerja biasanya pertama kali dilakukan oleh seseorang
dengan bertindak sendirian. Seseorang yang mempunya cukup kekuasaan atau
pengaruh dapat memengaruhi terjadinya perubahan – perubahan yang diperlukan
tanpa harus berkolaborasi dengan orang – orang lain. Besarnya kekuasaan yang
dipunyai seorang pekerja di perusahaan ditentukan oleh eksklusivitas,
atau seberapa sulit mengganti orang tersebut.
·
Instrumentalitas serikat buruh. Jika
para pekerja percaya bahwa serikat buruh mampu membantu menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi, mereka akan menimbang – nimbang nilai manfaat yang
diperoleh melalui serikat pekerja dibandingkan dengan kerugian – kerugiannya.
Tipe
– Tipe Serikat Pekerja
1.
Craft Unions
Yaitu
serikat pekerja yang anggotanya terdiri dari para pekerja atau pekerja yang
mempunyai ketrampilan yang sama, seperti misal tukang-tukang kayu, tukang batu,
dsb.
2.
Industrial Unions
Yaitu
serikat pekerja yang dibentuk berdasar lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini
terdiri dari para pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun yang
berketrampilan (skilled) yang ada dalam suatu perusahaan atau industri tertentu
tanpa memperhatikan sifat pekerjaan mereka.
3.
Mixed Unions
Yaitu
serikat pekerja yang mencakup para pekerja terampil, tidak terampil dan
setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang dari industri mana.
Bentuk serikat pekerja ini mengkombinasikan antara craft unions dan industrial
unions.
I. MANAJEMEN PRILAKU
A. Manajemen
Manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.
Definisi Mary Parker Follet ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur
dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara
benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen belum memiliki definisi yang
mapan dan diterima secara universal.
B.
Perilaku
Organisasi
Perilaku organisasi (PO) adalah bidang ilmu yang mempelajari dan mengaplikasikan pengetahuan tentang bagaimana manusia
berperan atau berperilaku atau bertindak di dalam organisasi (Davis & Newstrom,
1989). Elemen-elemen kunci dalam perilaku organisasi adalah: manusia, struktur,
teknologi, dan lingkungan tempat organisasi tersebut beroperasi.
•
Manusia membentuk sistem sosial yang bersifat internal dalam organisasi.
•
Struktur organisasi menentukan hubungan formal manusia.
•
Teknologi memberikan modal manusia dalam tugas-tugasnya.
• Lingkungan merupakan faktor luar yang mempengaruhi organisasi,
mempengaruhi sikap manusia, kondisi kerja, pesaing dan kekuatan
C. Konsep
Dasar Perilaku Organisasi
Perbedaan individual dimana ada istilah “hukum tentang perbedaan
individual” (Law of of individual differences)
Manusia secara keseluruhan, bahwa sifat manusia yang berbeda boleh dipelajari secara
terpisah, tetapi pada akhirnya sifat-sifat ini merupakan bagian sebuah system
yang menciptakan manusia secara keeluruhan.
Perilaku yang bermotivasi, dalam masalah kebutuhan manusia termotivasi bukan oleh perikraan atas apa-apa
yang dibutuhkannya, tetapi oleh keinginan mereka sendiri. Nilai-nilai
kemanusiaan (martabat manusia), konsep ini lebih bersifat etis filosofis
daripada kesimpulan ilmiah.
Perilaku organisasi merupakan ilmu tentang perilaku tiap
individu dan kelompok serta pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap
organisasi, maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan
suatu organisasi.
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah
akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode
dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin
lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.
Seperti halnya ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk
mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi
mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja.
D. Generasi
Prilaku
Pekerja bahagia – pekerja produktif orang akan produktif jika atasan
ramah, dipercayai bisa diajak kerja sama semua orang menginginkan pekerjaan yang menantang orang harus diancam agar
bekerja bagus kelompok yang efektif adalah kelompok yang tidak punya konflik.
E. Perilaku Organisasi menurut beberapa pakar.
Suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok & struktur pada perilaku dalam organisasi
dengan maksud menerapkan pengetahuan untuk memperbaiki keefektifan
organisasi (Stephan
P. Robbins)
Sebuah bidang indisipliner yang ditujukan untuk mempelajari bagaimana cara seorang individu atau sebuah kelompok
cenderung untuk bertindak dalam organisasi (Richard
L. Daft)
Kemudian pengertian dari Pengembangan
Organisasi, sebagai berikut.
Sistem yang menyeluruh yang berusaha menerapkan ilmu perilaku dengan memakai perencanaan jangka
panjang yang bertujuan untuk mengembangkan strategi, struktur, dan proses untuk
mencapai efektivitas organisasi (Huse
& Cummings,1985)
Suatu usaha yang berencana yang merupakan organisasi secara keseluruhan & dikelola dari pucuk pimpinan untuk
meningkatkan efektivitas & kesehatan organisasi melalui intervensi yang
berencana didalam proses organisasi dengan menggunakan pengetahuan ilmu perilaku (Thoha,86)
J.
MEMBANGUN SIKAP KERJA SAMA
Cara membangun kerjasama yang baik yaitu :
1. Mementingkan kepentingan
kelompok : Dalam membangun
kerjasama sangat diperlukan sikap toleran karena dengan itu kita menjadi
tidak egois dengan apa yang kita kehendaki
2. Sabar : Untuk mencapai suatu tujuan,pasti ada halangan
yang dihadapi.kita harus sabar menghadapi
halangan tersebut karena dengan bersabar kemungkinan kita mencapai tujuan
tersebut akan lebih terjamin.
3. Mendengarkan : Dengarkanlah/meminta
ide-ide dari teman kalian yang akan bekerjasama.pertimbangkan saran
mereka,jangan mementingkan diri sendiri dan adakan musyawarah
Yang didapat dengan adanya
kerjasama yang baik1. Tujuan akan mudah didapat.
2. Proses penyelesaiannya lebih cepat.
3. Efektif dan efisien.
4. Menjalin hubungan kekeluargaan antar teman.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Serikat
pekerja (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang
dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan
memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial,
ekonomi, dan politik para anggotanya. Kehadiran serikat kerja ini mengubah secara
signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh
ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining
agreement).
SARAN
Berdasarkan
makalah ini dapat diambil pelajaran bahwa sebuah perusahaan tanpa pekerja ataupun
sebaliknya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini serikat pekerja
diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah – masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka. Dalam hal ini penulis menerima kritik, saran yang mendukung
demi terciptanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
Metrotvnews.com, Jakarta
BUKU PERMASALAHAN SUMBER DAYA
MANUSIA
No comments:
Post a Comment