Monday, October 24, 2016

contoh makalah manajemen sumber daya manusia (sdm)

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HUBUNGAN PEKERJA DAN MANAJEMEN SERIKAT PEKERJAdengan baik dan tepat waktu. Sehingga boleh sampai di tangan pembaca.
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen SDM.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan, maupun isi materi makalah tentang HUBUNGAN PEKERJA DAN MANAJEMEN SERIKAT PEKERJA” masih banyak kekurangan. Sehingga kami mengharapkan bagi setiap pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ke depannya.

Demikianlah tugas ini kami susun, Semoga Bermanfaat.
                                                                                                
                                                                                       Jakarta, 01 November  2015

                                                                                                   Penyusun,


                                             




DAFTAR ISI


Kata Pengantar     ....................................................................................................1
Daftar Isi    .............................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………........................................................................................3
B.
Rumusan Masalah ..............................................................................................3
C. Tujuan Pembuatan Makalah  ..……………...………………………..……….. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Dukungan Manajemen........………………........................................................4
B.  Motivasi Individu dan Kepuasan Pekerja………...............................................4
C.  Komunikasi Pekerja.........................................………………………..............6
D. Sistem Komunikasi Downward & Upward........................................................6
E. Konseling Pekerja...............................................................................................8
F. Disiplin Kerja Karyawan...................................................................................11
G. Sistem Manajemen Tenaga Kerja.....................................................................13
H. Manajemen SDM dan Serikat Pekerja..............................................................16
I. Manajemen Prilaku.............................................................................................19  
J. Membangun Sikap Kerja....................................................................................21


BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan …...................................................................................................22
B.Saran..................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


A.   LATAR BELAKANG
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu.
Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu dan terukur sesuai dengan misinya.
Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas dinyatakan dalam UU No. 13/2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai berikut :
“ Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”
Dalam pelaksanaan visi dan misi itu, perlu ditetapkan sarana-sarananya secara jelas dan dapat dilaksanakan secara baik, konsisten, terencana dan terukur.

B.   RUMUSAN MASALAH
Membahas hubungan pekerja dan manajemen serikat pekerja.

C.   TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Agar para pembaca dapat mengerti dan memahami tentang masalah hubungan pekerja dan manajemen serikat pekerja.

BAB II
PEMBAHASAN


A.   DUKUNGAN MANAJEMEN
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu perusahaan.

B.   MOTIVASI  INDIVIDU DAN KEPUASAN PEKERJA

1.       MOTIVASI  KERJA INDIVIDU
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif  seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif  cenderung menunggu upaya ata tawaran dari lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam yaitu :
1.    Motivasi Finansial : dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan.
2.    Motivasi nonfinansial : dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan.
2.      KEPUASAN KERJA
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
1.    Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
2.    Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3.    Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4.    Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5.    Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6.    Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi.       
C.   KOMUNIKASI  PEKERJA

Komunikasi Pekerja yaitu komunikasi yang dikirimkan kepada anggota organisasi dalam suatu organisasi. Dalam hal ini komunikasi adalah komunikasi antar pegawai, yang terdiri dari komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komuniasi horizontal. Keadaan komunikasi kebanyakan di setiap instansi indikator kurang optimalnya disebabkan karena pegawai merasa segan untuk memberikan kritik dan pendapatnya kepada atasan dan juga merasa segan untuk bertanya apabila mengalami kesulitan, karena pegawai merasa takut berkomunikasi kepada atasan menyebabkan komunikasi ke atas kurang maksimal.

D.   SISTEM KOMUNIKASI DOWNWARD & UPWARD

Dalam memahami organisasi dan pola komunikasi di dalamnya, satu konsep kritis adalah arahnya.
1.      Vertical Communication (komunikasi tegak) merupakan pengiriman dan penerimaan pesan di antara level sebuah hirarki, ke bawah dan keatas. 
2.      Horizontal Communication (komunikasi mendatar) merupakan pengiriman dan penerimaan pesan di antara individu dalam level yang sama dalam sebuah hirarki.
a. Downward Communication (komunikasi kebawah) , terutama mengkomunikasikan pesan dari yang memiliki kekuasaan kepada yang lebih sedikit kekuasaannya merupakan model umum komunikasi dalam sebuah organisasi. Komunikasi ini melibatkan instruksi, anggaran yang disetujui atau tidak, pernyataan kebijakan, variasi dalam standar prosedur operasi dan mencatat perubahan-perubahan lainnya, pengumuman umum, pertemuan,ekspresi tujuan, sasaran, dan pernyataan misi. Pesan-pesan ini mungkin dapat dikirimkan lewat memo, email, catatan,dan saluran individu ke grup atau dari individu ke individu; atau mereka mungkin saja dapat disampaikan tidak langsung melalui orang lain dalam hirarki. Selama proses pengiriman, pesan asli dapat di edit, ditambah, dikurangi, dijelaskan, atau bahkan diubah.
Komunikasi kebawah membawa informasi yang berhubungan dengan tugas pada seseorang yang melakukan tugas tersebut. Ia juga membawa informasi tentang kebijakan dan prosedur, serta bisa jadi digunakan untuk feedback yang bersifat motivasional pada karyawan. Komunikasi kebawah terjadi jika manajer atau penyelia mengirimkan pesan kepada satu orang bawahan atau lebih.
Komunikasi kebawah seringkali berbentuk pemberian instruksi atau penjelasan bagaimana seorang atasan menginginkan suatu tugas diselesaikan para atasan mengirimkan informasi mengenai peraturan, kebijakan, dan standar minimum. Para atasan juga memberikan informasi untuk menilai prestasi bawahan atau memotivasi seorang bawahan. Komunikasi ke bawah menetapkan suatu organisasi bisnis. Apabila sebagian besar dalam organisasi dalam bisnis berasal daripuncak (vertikal ke bawah) dan biasanya berupa instruksi, gaya organisasi cenderung otokrasi. Apabila sebagian besar komunikasi ke bawah bersifat mendukung dan memiliki unsur perhatian yang besar terhadap bawahan, rangkasian sifat akan lebih bersifat mendukung. Komunikasi seperti itu akan mendorong pembentukan kolaborasi antara pimpinan dan pegawai. Lebih jauh lagi, komuniaksi akan mendorong rangkaian penuh komunikasi ke atas.
b. Upward Communication (komunikasi keatas) merupakan suatu kondisi yang mungkin lebih penting dari downward communication. Saluran upward communication membawa data dari pelanggan mengenai produksi barang dan pelayanan, dan segala kebutuhan yang diperlukan untuk operasi organisasi dari hari ke hari. Keterangan ini dapat digunakan bila orang-orang yang berada di level atas di suatu organisasi adalah orang-orang yang memiliki keterampilan mendengar, mengumpulkan feedback dan dapat dipercaya. Bila tidak ada komitmen untuk melakukan pendekatan-pendekatan seperti ini maka akan terjadi ”culture of silence” atau budaya diam dan atau ”culture of silos” yang mungkin berlaku, yang akan membawa konsekuensi dampak yang serius untuk organisasi- dengan tanpa peringatan awal untuk menanggulangi bencana, ini mungkin akan membawa krisis yang besar. Dalam beberapa situasi, tidak ada berita merupakan berita yang sangat buruk, dan berita buruk adalah tiada berita; staff pada level bawah akan segan untuk memberikan berita buruk, yang mungkin vital bagi kehidupan organisasi, bila tidak didengar, lebih parahnya dapat memancing kritik- sebuah budaya ”shoot the messenger” .
Upward communication dapat pula menjadi sumber subur ide-ide baru dan penyelesaian masalah yang kreatif, terutama karena orang-orang di bagian bawah hirarki dekat dengan masalah-masalah spesifik dan dapat lebih waspada kepada solusi praktis daripada orang-orang yang berada di puncak hirarki. Komunikasi keatas membawa informasi dari tingkat bawah ke tingkat atas organisasi. Informasi itu mungkin concern pada aktivitas lingkungan luar atau internal pada tingkat bawah organisasi.
Para pimpinan organisasi menerima feedback tentang efektifitas keputusan yang telah diambilnya. Anggota tingkat bawah mempunyai kesempatan untuk menginformasikan dan mengajukan keluhan, dan memberikan saran untuk pengembangan. Komunikasi keatas terjadi jika pesan mengalir dari bawahan ke manajer atau atasan. Para pegawai harus melaporkan kemajuan mereka dalam penyelesaian tugas-tugas; jika ada, tugas-tugas apa yang menyebabkan masalah bagi mereka; saran-saran bagi peningkatan produk atau peningkatan prosedur; dan yang terpenting adalah perasaan mereka mengenai bagaiaman asegala sesuatu berjalan. Komunikasi keatas merupaakan hal yang penting- para manajer memerlukan umpan balik yang akurat mengenai pesan-pesan mereka apakah telah dipahami atau bagaimana keputusan-keputusan tersebut diterima setelah masalah-masalah apa yang dikembangkan.
E.   KONSELING PEKERJA

1.      Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).
Dibanding dengan psikoterapi, konseling lebih berurusan dengan klien(konseli) yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat sebagaimana halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia, maupun kelainan kepribadian.
Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistik dan client centered. Konselor juga berhubungan dengan permasalahan sosial, budaya, dan perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi, dan kelainan mental. Dalam hal ini, konseling melihat kliennya sebagai seseorang yang tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan kliennya yang memungkinkan terjadinya dialog dan bukannya pemberian terapi atau treatment. Konseling juga mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien sendiri.
Konseling bisa dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti di masyarakat, di dunia industri, membantu korban bencana alam, maupun di lingkungan pendidikan. Khusus pada dunia pendidikan tingkat dasar dan lanjutan di Indonesia, layanan ini biasa disebut bimbingan konseling (konseling sekolah) dan dilakukan oleh guru pembimbing (konselor sekolah).
2.      Mengenal Konseling
Konselor profesional sering kali memulai bimbingan dengan melakukan wawancara untuk mengumpulkan informasi pribadi dan pekerjaan, termasuk pengalaman kerja, keberhasilan, frustrasi, minat, target, dan mimpi-mimpi konseli. Ini sering kali diikuti dengan tes psikologi untuk menolong konseli meningkatkan pemahaman diri dan untuk membuat perkiraan tentang masa depan. Peralatan pendekatan psikologi adalah seperti berikut.
·         Tes kemampuan mental (untuk mengukur inteligensi umum dan kompetensi di bidang tertentu seperti kemampuan pemahaman abstrak, kemampuan matematika, dan kemampuan verbal).
·         Tes pencapaian (yang mengukur keterampilan dan jumlah materi yang telah dipelajari oleh konseli).
·         Tes bakat (yang mengukur potensi seseorang untuk belajar di bidang tertentu, misalnya musik, seni, keterampilan manual, atau keahlian).
·         Tes minat (tidak hanya untuk mengukur minat yang ditunjukkan, tetapi apakah minat umum konseli tersebut sama atau tidak dengan orang-orang yang telah berhasil di kelompok pekerjaan tertentu).
·         Inventaris pribadi (yang bisa diketahui dengan berbagai ciri pribadi).
·         Tes khusus (seperti tes-tes yang dirancang untuk mengukur berbagai macam hal misalnya kreativitas, fleksibilitas, stabilitas mental, atau potensi seseorang untuk belajar bahasa asing).
Tidak semua konselor dapat menggunakan dan memberikan interpretasi dari tes tersebut. Untuk itu, ada baiknya menyarankan konseli untuk mengikuti tes di klinik psikologi, pusat konseling universitas, agen pekerja swasta, atau pusat bimbingan karier Kristen. Sebagian besar sumber-sumber ini memiliki perangkat tes yang menggunakan komputer, yang memungkinkan tes dilakukan, dinilai, dan diinterpretasikan dalam bentuk cetak. Sebelum Anda menyarankan konseli untuk mengikuti tes, pastikan dulu berapa biayanya dan diskusikan dengan konseli apakah tes tersebut perlu dilakukan. Terkadang, tes seperti ini tidak banyak memberikan informasi baru dan jarang memasukkan materi tentang dunia kerja.
Konselor juga bisa mendapatkan data yang berguna dari konseli itu sendiri. Bisa juga dengan mengamati konseli atau berkonsultasi dengan orang-orang yang mengenal konseli. Melalui wawancara bisa didapatkan pengetahuan yang akurat tentang konseli dalam hal kemampuan mental, keterampilan, kemampuan khusus, tingkat pendidikan dan pelatihan yang diperlukan pada masa yang akan datang, bakat pribadi, kesehatan mental dan fisik, penampilan pribadi, minat (termasuk yang dinyatakan dan beberapa yang ditunjukkan melalui kegiatan yang dipilih seseorang di waktu luangnya), tingkat komitmen rohani atau kedewasaan, dan (untuk konseli yang lebih dewasa) ketergantungan serta keefisienan sebagai seorang pekerja. Pengamatan ini tidak selalu akurat tetapi bisa didiskusikan dengan konseli dan dapat berubah selama proses konseling berlangsung.

3.      Pentingnya Konselor untuk Karyawan

Di sejumlah perusahaan, terutama perusahaan besar, saat ini sudah tersedia konselor yang berfungsi mendengarkan keluh kesah menjadi karyawan dan memberikan saran atau nasihat. Yang berfungsi sebagai konselor ini biasanya adalah manajer fungsional langsung, meskipun tidak menutup kemungkinan yang ditunjuk sebagai konselor adalah manajer cross-functional. Seorang konselor biasanya  mengayomi hingga 5 orang karyawan. Sebenarnya, apa pentingnya seorang konselor bagi perkembangan karir seorang karyawan?
Berdasarkan pengalaman saya, adanya konselor ini sangat membantu karyawan menghadapi persoalan non-teknis di perusahaan. Bisa saja itu berarti atasan yang tidak menyenangkan, kolega yang ternyata tidak suportif, atau bahkan kebijakan-kebijakan perusahaan yang dirasa malah merugikan. Dengan jawaban yang memuaskan, karyawan akan menjadi lega dan dapat melanjutkan pekerjaannya dengan nyaman, ujung-ujungnya peningkatan produktivitas. Begitu pula sebaliknya, tanpa ada penyelesaian terhadapa masalah non-teknis, hal itu bakal terus-menerus menjadi beban pikiran dan akhirnya malah menurunkan produktivitas. Hal yang terakhir malah merugikan perusahaan.
Pada prakteknya kegiatan konseling dan diadakan baik kapan saja (open door policy) maupun saat penilaian kinerja (appraisal). Kedua hal ini tentu ada untung maupun ruginya. Prinsip yang pertama tentunya bakal lebih bermanfaat karena permasalahan dapat segera terselesaikan. Karyawan juga tidak merasa sungkan untuk melakukan curhat dengan konselornya. Sayangnya, karena kebanyakan konselor juga merupakan manajer fungsional, ada risiko bahwa waktunya tersita untuk kegiatan konseling seperti ini dan malah membuat pekerjaan sehari-hari menjadi terbengkalai.
Prinsip yang kedua biasanya lebih umum diterapkan di sini. Di waktu-waktu tertentu saat penilaian kinerja,karyawan akan diberi kesempatan untuk mengutarakan uneg-unegnya. Ini juga merupakan masukan bagi perusahaan, apa saja yang sudah berjalan baik dan apa pula yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Kelemahannya tentu saja jika ada permasalahan harus menunggu sampai masa penilaian tiba. Di sisi lain, saat penilaian merupakan saat khusus sehingga konselor dapat fokus dengan kegiatannya ini dan dapat optimal memberikan saran ataupun nasihat.
Nah, bagaimana dengan perusahaan yang belum memiliki konsep konselor seperti ini? Apa urgensinya untuk menerapkan hal yang serupa? Buat saya, sebagai makhluk sosial, sudah kodratnya seorang manusia untuk bersosialisasi dan berbagi tentang permasalahan. Daripada bergosip dan bergunjing yang malah mengarah ke hal yang desktruktif, tentunya lebih baik jika hal seperti ini diwadahi oleh sarana yang tepat, plus memastikan bahwa hal-hal yang diungkapkan di sesi konseling seperti dapat berujung pada peningkatan produktivitas individu secara khusus dan perusahaan pada umumnya. Tentu saja itu harus dibarengi dengan sikap konselor yang obyektif.
Pemilihan konselor sendiri tentunya melalui mekanisme yang tepat. Seorang konselor harus bisa secara jernih melihat duduk persoalan, bukan malah memperkeruh. Plus konselor juga dituntut untuk dapat memberikan saran dan nasihat yang obyektif. Bisa jadi diperlukan suatu pelatihan khusus, terutama yang berkaitan dengan ilmu psikologi, supaya manajer teknis sekalipun mampu mengemban tugas dan wewenang ini.

F.    DISIPLIN KERJA KARYAWAN
Menurut Hasibuan (2008:194) pada dasarnya ada 8 (delapan) indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai/karyawan diantaranya :
1.      Tujuan dan kemampuan
Tujuan (goals) dan kemampuan (ability) pegawai ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai dalam bekerja. Dengan kata lain bahwa tujuan  pemberian pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai harus sepadan atau sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bersungguh-sungguh dalam bekerja dan disiplin dalam mengerjakannya.
2.      Teladan pimpinan
Teladan pimpinan berperan penting untuk membentuk kedisiplinan pegawai mengingat pimpinan sebagai teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan para pegawai akan terbawa baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (semisal kurang disiplin), maka para pegawai juga pasti akan kurang disiplin.
3.      Balas Jasa
Balas jasa ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap pekerjaannya. Jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
4.      Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik.
5.      Waskat
Waskat (pengawas melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai. Dengan waksat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasan.
6.      Sanksi hukum
Sanksi hukuman berperan strategis dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang sepadan, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan, sehingga sikap dan perilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat atau ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan pegawai.
7.      Ketegasan
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap pegawai yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada suatu instansi.
8.      Hubungan kemanusiaan
Pimpinan harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat semua pegawainya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini jelas akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada suatu instansi.

G.  SISTEM MANAJEMEN TENAGA KERJA
1.    Pengertian Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan terdiri atas dua kata, analisis dan pekerjaan. Analisis merupakan aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya. Sedangkan pekerjaan adalah sekumpulan/sekelompok tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian analisis pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk mengkaji, mempelajari, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis ruang lingkup suatu pekerjaan secara sistematis dan sistemik (Sastrohadiwiryo, 2002:127)
Analisis pekerjaan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya manusia. Menurut Flippo (1994), “Analisis pekerjaan adalah proses mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaaan tertentu.” Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan utama dalam analisis pekerjaan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan mempelajarinya lebih mendalam.
Menurut Dessler (2006) analisis pekerjaan merupakan prosedur yang dilalui untuk menentukan tanggung jawab posisi-posisi yang harus dibuatkan stafnya , dan karakteristik orang-orang yang bekerja untuk posisi-posisi tersebut. Analisis pekerjaan memberikan informasi yang digunakan untuk membuat deskripsi pekerjaan (daftar tentang pekerjaan tersebut), dan spesifikasi pekerjaan (jenis orang yang harus dipekerjakan untuk pekerjaan tersebut). Oleh sebab itu, menurut Dessler penyelia atau spesialis dalam sumber daya manusia biasanya mengumpulkan beberapa informasi berikut melalui analisis pekerjaan,
1) aktivitas pekerjaan,
2) perilaku manusia,
3) mesin, perangkat, peralatan, dan bantuan pekerjaan,
4) standar prestasi,
5) konteks pekerjaan, dan
6) persyaratan manusia.
2.    Tujuan Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan penting dilakukan sebelum diadakan perekrutan tenaga kerja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan mengadakan analisis pekerjaan, yang juga merupakan tujuan dari dilakukannya analisis jabatan. Adapun tujuan analisis pekerjaan yaitu,
1) memperoleh tenaga kerja pada posisi yang tepat,
2) memberikan kepuasan pada diri tenaga kerja,
3) menciptakan iklim dan kondisi kerja yang kondusif (Sastrohadiwiryo).
Sedangkan menurut Flippo (1994), hasil-hasil dari analisis pekerjaan, seperti uraian dan spesifikasi pekerjaan akan dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut,
1) pengabsahan atas prosedur-prosedur pengangkatan,
2) pelatihan,
3) evaluasi pekerjaan,
4) penilaian prestasi,
5) pengembangan karir,
6) organisasi,
7) perkenalan,
8) penyuluhan,
9) hubungan perburuhanm dan
10) penataan kembali pekerjaan.
Sebuah penelitian yang dikemukakan oleh Flippo terhadap 899 perusahaan menunjukkan bahwa hasil proses analisis pekerjaan dipergunakan untuk, membuat rincian kerja (75%), pelatihan (60%), penyusunan tingkat upah dan gaji (90%), menilai personalia (60%), pemindahan dan promosi (70%), pengorganisasian (50%), orientasi karyawan baru (36%), penyuluhan (25%), dan seterusnya.
3.    Metode Analisis Pekerjaan
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana metode yang digunakan dalam menganalisis pekerjaan? Menurut Sastrohadiwiryo (2002), metode yang biasa digunakan dalam analisis pekerjaan adalah metode kuesioner, metode wawancara, metode pencatatan rutin, dan metode observasi. Metode kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data secara tertulis dibagikan kepada tenaga kerja operasional atau para kepala departemen, untuk mengisi keterangan dan fakta yang diharapkan. Pada umumnya kuesinoer memuat :
1) pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan,
2) tanggung jawab yang diberikan,
3) kecakapan, keahlian, atau pelatihan yang diperlukan,
4) kondisi yang diharapkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan
5) figur atau jenis yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Metode wawancara dilakukan denga tenaga kerja operasional atau dengan kepala departemen mereka, dan dapat juga dengan kedua-duanya. Di samping itu, para penyelia sering ditugaskan untuk memperoleh data analisis pekerjaan. Keuntungan dari metode ini adalah penyajian keterangan dan fakta dari pihak pertama. Namun metode ini sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Metode selanjutnya yang dapat digunakan dalam analisis data yaitu metode pencatatan rutin. Dalam metode ini, tenaga kerja diperintahkan mencatat hal yang dikerjakan tiap hari secara rutin, alokasi yang dibutuhkan, saat dimulai dan saat akhir tiap-tiap tugas itu dilakukan. Alokasi waktu yang lama, dan pengerjaan yang cermat dan rutin merupakan kelemahan dari metode ini.
Metode observasi pada umumnya dilakukan oleh job analyst yang sebelumnya memperoleh pelatihan dan upgrading secara khusus. Metode observasi biasanya tidak dilakukan bersamaan dengan metode wawancara job analyst mengadakan observasi terhadap masing-masing pekerjaan dan mengadakan wawancara dengan tenaga operasional serta kepala departemen mereka.
H.   MANAJEMEN SDM DAN SERIKAT PEKERJA

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
Serikat Pekerja adalah upaya para pekerja  dan badan – badan di luar perusahaan (serikat buruh atau asosiasi) untuk bertindak sebagai satu kesatuan ketika berhubungan denan manajemen mengenai masalah – masalah yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Bila diakui oleh National Labor Relations Board, sebuah serikat buruh mempunyai otoritas yang sah untuk bernegosiasi dengan pihak perusahaan atas nama para pekerja-dan untuk mengelola perjanjian yang terjadi.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan atau persetujuan dari kalangan pekerja. Pekerja-pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap pekerja secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.
Daya Tarik Serikat Pekerja Serikat buruh pada awalnya dibentuk sebagai jawaban terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan pekerja oleh manajemen. Untuk memahami nengapa para pekerja emutuskan untuk masuk atau tidak masuk serikat buruh.
Keputusan untuk Bergabung dengan Serikat Buruh
Tiga kondisi yang berdiri sendiri mempengaruhi dengan kuat keputusan  pekerja untuk masuk serikat buruh, yaitu:
·        Ketidakpuasan. Ketika seseorang menerima pekerjaan, kondisi – kondisi tertentu pekerjaan (upah, jam kerja, dan jenis pekerjaan) disebutkan dalam kontrak pekerjaan. Suatu kontrak psikologis juga terdapat antara perusahaan dan pekerja, berisikan harapan – harapan tidak tertulis pekerja mengenai kondisi – kondisi kerja yang memadai, kebutuhan – kebutuhan pekerjaan itu sendiri, besarnya upaya yang harus dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut, dan wujud otoritas yang dimiliki perusahaan dalam mengarahkan pekerjaan para pekerja. Harapan – harapan ini berkaitan dengan keinginan pekerja untuk memuaskan preferensi – preferensi pribadinya di tempat kerja. Seberapa jauh perusahaan mampu memuaskan preferensi – preferensi ini menentukan tingkat kepuasan pekerja.
Ketidakpuasan terhadap persyaratan – persyaratan dan kondisi – kondisi implisit pekerjaan akan membuat pekerja berupaya mengubah situasi pekerjaan, seringkali melalui Serikat Pekerja. Suatu studi penting menemukan hubungan yang sangat kuat antara tingkat kepuasan dan proporsi para pekerja yang memilih masuk serikat buruh. Hampir seluruh pekerja yang merasa puas dengan manajemen menolak masuk serikat buruh. Oleh karena itu, jika manajemen ingin agar Serikat Pekerja menjadi kurang menarik bagi para pekerjanya, perusahaan harus menciptakan kondisi kerja yang lebih memuaskan.
·        Kurangnya kekuasaan. Serikat Pekerja jarang sekali menjadi jalan keluar pertama yang diambil oleh para pekerja yang tidak puas dengan beberapa aspek dari pekerjaan mereka. Upaya untuk meningkatkan situasi kerja biasanya pertama kali dilakukan oleh seseorang dengan bertindak sendirian. Seseorang yang mempunya cukup kekuasaan atau pengaruh dapat memengaruhi terjadinya perubahan – perubahan yang diperlukan tanpa harus berkolaborasi dengan orang – orang lain. Besarnya kekuasaan yang dipunyai seorang pekerja di perusahaan ditentukan oleh eksklusivitas, atau seberapa sulit mengganti orang tersebut.
·        Instrumentalitas serikat buruh. Jika para pekerja percaya bahwa serikat buruh mampu membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, mereka akan menimbang – nimbang nilai manfaat yang diperoleh melalui serikat pekerja dibandingkan dengan kerugian – kerugiannya.
Tipe – Tipe Serikat Pekerja
1.      Craft Unions
Yaitu serikat pekerja yang anggotanya terdiri dari para pekerja atau pekerja yang mempunyai ketrampilan yang sama, seperti misal tukang-tukang kayu, tukang batu, dsb.
2.      Industrial Unions
Yaitu serikat pekerja yang dibentuk berdasar lokasi pekerjaan yang sama. Serikat ini terdiri dari para pekerja yang tidak berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan (skilled) yang ada dalam suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat pekerjaan mereka.
3.      Mixed Unions
Yaitu serikat pekerja yang mencakup para pekerja terampil, tidak terampil dan setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang dari industri mana. Bentuk serikat pekerja ini mengkombinasikan antara craft unions dan industrial unions.

I.      MANAJEMEN PRILAKU

A.     Manajemen
Manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi Mary Parker Follet ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
B.     Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi (PO) adalah bidang ilmu yang mempelajari dan mengaplikasikan pengetahuan tentang bagaimana manusia berperan atau berperilaku atau bertindak di dalam organisasi (Davis & Newstrom, 1989). Elemen-elemen kunci dalam perilaku organisasi adalah: manusia, struktur, teknologi, dan lingkungan tempat organisasi tersebut beroperasi.
• Manusia membentuk sistem sosial yang bersifat internal dalam organisasi.
• Struktur organisasi menentukan hubungan formal manusia.
• Teknologi memberikan modal manusia dalam tugas-tugasnya.
• Lingkungan merupakan faktor luar yang mempengaruhi organisasi, mempengaruhi sikap manusia, kondisi kerja, pesaing dan kekuatan
C.     Konsep Dasar Perilaku Organisasi
Perbedaan individual dimana ada istilah “hukum tentang perbedaan individual” (Law of of individual differences)
Manusia secara keseluruhan, bahwa sifat manusia yang berbeda boleh dipelajari secara terpisah, tetapi pada akhirnya sifat-sifat ini merupakan bagian sebuah system yang menciptakan manusia secara keeluruhan.
Perilaku yang bermotivasi, dalam masalah kebutuhan manusia termotivasi bukan oleh perikraan atas apa-apa yang dibutuhkannya, tetapi oleh keinginan mereka sendiri. Nilai-nilai kemanusiaan (martabat manusia), konsep ini lebih bersifat etis filosofis daripada kesimpulan ilmiah.
Perilaku organisasi merupakan ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi, maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.
Seperti halnya ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja.
D.    Generasi Prilaku
Pekerja bahagia – pekerja produktif orang akan produktif jika atasan ramah, dipercayai bisa diajak kerja sama semua orang menginginkan pekerjaan yang menantang orang harus diancam agar bekerja bagus kelompok yang efektif adalah kelompok yang tidak punya konflik.
E.     Perilaku Organisasi menurut beberapa pakar.
Suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok & struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan  untuk memperbaiki keefektifan organisasi  (Stephan P. Robbins)
Sebuah bidang indisipliner yang ditujukan untuk   mempelajari bagaimana cara seorang individu atau sebuah kelompok cenderung untuk bertindak dalam organisasi (Richard L. Daft)
Kemudian pengertian dari Pengembangan Organisasi, sebagai berikut.
Sistem yang menyeluruh yang berusaha menerapkan ilmu perilaku dengan memakai perencanaan jangka panjang yang bertujuan untuk mengembangkan strategi, struktur, dan proses untuk mencapai efektivitas organisasi (Huse & Cummings,1985)
Suatu usaha yang berencana yang merupakan organisasi secara keseluruhan & dikelola dari pucuk pimpinan untuk meningkatkan efektivitas & kesehatan organisasi melalui intervensi yang berencana didalam proses organisasi dengan menggunakan pengetahuan ilmu perilaku (Thoha,86)

J.     MEMBANGUN SIKAP KERJA SAMA

Kerjasama adalah ikatan/hubungan antara 2 orang atau lebih dalam melaksanakan tugas demi mencapai tujuan yang sama.
Cara membangun kerjasama yang baik yaitu :
1. Mementingkan kepentingan kelompok : Dalam membangun kerjasama sangat diperlukan sikap toleran karena dengan itu kita menjadi tidak egois dengan apa yang kita kehendaki
2. Sabar : Untuk mencapai suatu tujuan,pasti ada halangan yang dihadapi.kita harus sabar menghadapi halangan tersebut karena dengan bersabar kemungkinan kita mencapai tujuan tersebut akan lebih terjamin.
3. Mendengarkan : Dengarkanlah/meminta ide-ide dari teman kalian yang akan bekerjasama.pertimbangkan saran mereka,jangan mementingkan diri sendiri dan adakan musyawarah
Yang didapat dengan adanya kerjasama yang baik
1. Tujuan akan mudah didapat.
2. Proses penyelesaiannya lebih cepat.
3. Efektif dan efisien.
4. Menjalin hubungan kekeluargaan antar teman.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Serikat pekerja (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kehadiran serikat kerja ini mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). 
SARAN
Berdasarkan makalah ini dapat diambil pelajaran bahwa sebuah perusahaan tanpa pekerja ataupun sebaliknya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini serikat pekerja diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah – masalah yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Dalam hal ini penulis menerima kritik, saran yang mendukung demi terciptanya makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
Metrotvnews.com, Jakarta
BUKU PERMASALAHAN SUMBER DAYA MANUSIA



No comments:

Post a Comment